Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah
perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan
merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di
Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down
effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh
pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan
pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat
pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena
fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya
di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa
dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah
sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin
tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya
sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang
relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin
membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III,
strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga
kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi
kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat
karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah
yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi,
dan masih banyak lagi. Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan
di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan
kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus
dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama
Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesia,
laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan
ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula. Sebagai dasar dari kerangka pemikiran
untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau
kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk
mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi
pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan
ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai
koefesien gini, pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan
berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok;
yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk,
penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk,
dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk.
Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan
pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei
sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data
pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan
sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di
Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian
kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara
akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa
saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena
ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak
terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka
bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata
pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama,
atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan
lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal
ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan
rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai
kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli
rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan
pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih
penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap
semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di
Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu,
yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah
air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%)
hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati
oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami
perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia
akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara
kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil.
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek
pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan
dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat
ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang
mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya
dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program
keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program
transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam
distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong
rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh
besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40%
berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar
pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa
pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40%
berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju
pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik
dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia.
Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan
didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta
kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara
pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha
dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin
keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh
juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke
Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun
ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah
jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari
desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke
sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat
produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau
bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka
semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus
menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal.
Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan
kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor
formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau
yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan
antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk
akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi
nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan
ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri
dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri
dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu
perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju
dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi
karena :
Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari
konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang
industri
Perubahan teknologi yang terus-menerus, dan
Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang
industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang
ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan
semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau
kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer
menuju sektor sekunder.
Pendapatan nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh
rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor
produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Konsep
Perhitungan
Berikut adalah beberapa konsep perhitungan pendapatan nasional :
1) Produk Domestik Bruto/Gross Domestik
Produk (PDB/GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) yaitu jumlah suatu produk
yang berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam
batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Barang-barang yang
dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya,
karena jumlah yang didapatkan dari GDP bersifat bruto/kotor.
2) Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB yaitu meliputi
nilai-nilai produk yang berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk
selama satu tahun, termasuk hasil-hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk
hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
PNB = PDB + Pendapatan faktor produksi luar negeri – Pembayaran Faktor
produksi luar negeri.
3) Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah penggantian barang
modal/penyusutan bagi peralatan produksi yang dipakai dalam proses produksi
yang umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat
menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
NNP = GNP – Depresiasi
4) Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang
dihitung berdasarkan jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakt sebagai
pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak
langsung( subsidi ).
NNI = NNP – Pajak Langsung
5) Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income) yaitu pendapatan yang diterima
oleh masyarakat. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer
(transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan
merupakan balas jasa produksi tahn ini, melainkan diambil dari sebagian
pendapatan nasional tahun lalu. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan
perseorangan, NNI harus dikurangi dengan laba ditahan, dikurangi Pembayaran
asuransi ditambah dengan pendapatan bunga personal dari pemerintah dan konsumen
ditambah dari penerimaan bukan balas jasa.
PI = NNI – Laba ditahan – Pembayaran asuransi + Pendapatan bunga personal +
Penerimaan Bukan balas jasa.
6) Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Disposable Income adalah pendapatan yang siap untuk membeli barang dan
jasa. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi
dengan pajak pendapatan personal (Pajak Langsung). Pajak langsung (direct tax)
adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya
harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. DI = PI
– Pajak pendapatan personal.
Analisis Distribusi Pendapatan
1. Distribusi Ukuran (personal distribution
of income
Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau
distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator
yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung
menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah
tangga.
Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima
seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau
tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.
Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang
kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan
jasa) juga diabaikan.
2. Kurva Lorenz
Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase
kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok
terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari
jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah,
demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100
persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.
Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh
masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut
juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan
horisontal) sama panjangnya.
Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase
jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat
total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal
melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen
dari jumlah penduduk.
Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan
75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah
penduduk.
Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect
equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.
3. Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif
sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio
bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas
separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
4. Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan
Agregat
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif
sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio
bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas
separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/
kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol
(pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Angka
ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan
penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70. Untuk negara-negara
yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata),
berkisar antara 0,20 sampai 0,35.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat
kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis
kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi
dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena
kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka
tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah
air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya
berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau
gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif
dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan
absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat
kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak
langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa
salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang
dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan
terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti
penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah
yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang
dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup
banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas),
tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan
yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas
sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi
fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya
atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati,
sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain.
Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun.
Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya
berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untuk memastikan
apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja
tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas
(ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya
distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan
awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut
berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat
menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh
negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari
permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya
tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan
mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu
negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan
mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka
kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk
mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi.
Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu
negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Adapun secara umum penyebab kemiskinan diantaranya:
1. Kemalasan.
2. Kebodohan dan pemborosan.
3. Bencana alam.
4. Kejahatan, misalnya dirampok
5. Genetik dan dikehendaki Tuhan, baik
genetika orang tua, tempat lahir, kondisi orang tua yang miskin
Definisi kemiskinan menurut beberapa ahli
- Menurut Sallatang
(1986) kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan
kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi,
psikologi dan sosial.
- Menurut Esmara
(1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber
ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya
dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
layak.
- Menurut Basri
(1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan
dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
- Menurut Badan Pusat
Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara
dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah
perkotaan.
- Poli (1993)
menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan ketidakterjaminan pendapatan,
kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset
produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan
ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya
dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya
infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
- Bappenas dalam
dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah
kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan
dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan
untuk menjadi miskin.
- SPECKER (1993)
mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1. kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan
yang normal
2. gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3. risiko keamanan dan kerawanan kehidupan
sosial ekonomi dan lingkungannya,
4. kekurangan pendapatan yang mengakibatkan
tidak bisa hidup layak, dan
5. kekurangan dalam kehidupan sosial yang
dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial,
Masalah kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar
masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat.
Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat
miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka,
yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Ukuran
Kemiskinan
1. Kemiskinan Absolut
Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan
kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need ).
Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :
a) Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.
b) Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang
lebih tinggi.
2. Kemiskinan Relatif
Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang
kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin.
Faktor-faktor Penyebab kemiskinan :
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan baik secara langsung
maupun tidak langsung, yaitu sebagai berikut :
- Tingkat kemiskinan
cukup banyak.
- Mulai
dari tingkat dan laju pertumbuhan output ( produktivitas tenaga kerja ).
- Tingkat inflasi.
- Tinggat Infestasi.
- Alokasi serta
kualitas sumber daya alam.
- Tingkat dan jenis
pendidikan.
- Etos kerja dan
motivasi pekerja.
Strategi Dalam Mengurangi kemiskinan
• Pembangunan Sektor
Pertanian
Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena
sector tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan
masyarakat di pedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin.
• Pembangunan Sumber Daya
manusia
Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang
cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga
pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh
pemerintah.
• Peranan Lembaga Swadaya
Masyarakat
Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat
sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan
program pengentasan kemiskinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar