Sabtu, 04 Juni 2016



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Pengembangan Life Skills dalam Pendidikan IPS
Salah satu tujuan dari pembelajaran IPS adalah mengembangkan keterampilan untuk menjalani kehidupan masyarakat, yang sering dikenal dengan istilah keterampilan sosial “Life Skill” atau “Social Skill”. Pengembangan kompetensi adalah berkaitan dengan kompetensi sosial, pada pembelajaran pendidikan IPS ini sangat penting karena memperankan guru agar dapat merencanakan dan melaksanakan perannya sebagai pembelajar untuk menciptakan pembelajaran yang memperankan peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya dalam kompetensi tersebut.
Strategi pengembangan ini sangat penting atas pertimbangan bahwa Pendidikan IPS dihadapkan kepada tantangan globalisasi dimana kehidupan masyarakat cenderung berubah ke arah pengelolaan, sehingga masalah sosial akan semakin rumit, dan pemecahannya memerlukan pendekatan baru yang sesuai dengan tantangan. Perkembangan IPTEK yang ditunjang dengan perkembangan dalam bidang informasi teknologi, memicu proses perubahan, sangat cepat implikasinya terhadap pembelajaran diperlukan strategi yang dapat mengembangkan keterampilan sosial yang tinggi. Era informasi modern mempengaruhi pembelajaran harus dapat mengakses dengan menggunakan teknologi informasi secara efektif. Namun demikian pemberdayaan pun harus tetap memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan lingkungan pendidikannya. Kondisi sosial budaya yang beragam dalam pembelajaran menuntut perhatian terhadap pendekatan multikultural.
Ada sejumlah keterampilan yang diidentifikasi untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran pendidikan IPS. Antara lain Keterampilan dasar yang dikemukakan ASCD, sebagai berikut:
1.      Keterampilan Berpikir
Kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam lingkungan pembelajaran berhubungan erat dengan cara guru mengajar. Pola pengajaran dan interaksi yang lebih memberi kepercayaan, penghargaan dan dorongan terhadap kemampuan peserta didik untuk mencari pemecahan masalah dari setiap kasus pengajaran yang dihadapi akan lebih membangkitkan keberanian untuk mencoba, mengemukakan dan mengkaji gagasan atau cara-cara baru dengan terciptanya kreativitas.
2.      Keterampilan Bekerjasama
Pembelajaran ini bukan hanya mempelajari materinya saja, melainkan peserta didik harus mempelajari keterampilan bekerjasama untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan ini guru harus mengajarkan keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan, seperti diskusi kelompok.
3.      Keterampilan Pengendalian Diri
Kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku yang dapat mengarahkan peserta didik ke arah positif atau lebih baik
4.      Keterampilan Dalam Pemanfaatan Peluang Kerja
Kemampuan dalam memanfaatkan peluang yang dimiliki peserta didik, baik berupa kreatifitas maupun berinovatif.
Para pakar pendidikan IPS di Australia Keterampilan Sosial terdiri dari:
1.    Keterampilan mengumpulkan, menganalisis, mengolah informasi;
2.    Mengkomunikasikan gagasan dan informasi keterampilan;
3.    Merencanakan, mengorganisasikan kegiatan;
4.    Bekerjasama dalam kelompok majemuk
5.    Menggunakan teknik matematika
6.    Memecahkan masalah
7.    Menggunakan produk teknologi
Sedangkan keterampilan sosial yang semestinya dikembangkan dalam pembelajaran IPS dalam kaitannya dengan tantangan global dapat diidentifikasi oleh Suwarma (2006) sebagai berikut:
1.      Mampu mencari, memilah, dan mengolah informasi
2.      Mampu mempelajari hal-hal baru untuk memecahkan masalah sehari-hari
3.      Memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan
4.      Memahami, menghargai, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk
5.      Mampu mentransformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat global

2.2 Karakteristik Pembelajaran Life Skills dalam Pendidikan IPS
            Bagaimana karakteristik pembelajaran untuk pengembangan keterampilan sosial, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
  1. Menekankan pada proses
  2. Menekankan pada aktivitas siswa (pembelajar)
  3. Menggunakan multi metode
  4. Menggunakan multi media dan sumber pembelajaran
  5. Guru sebagai fasilitator pembelajaran
  6. Menekankan pada pelatihan keterampilan
  7. Menekankan pada berkarya
  8. Berpartisipasi dalam kehidupan sosial
  9. Kelas sebagai “laboratorium sosial”
  10. Mampu mencari, memilah, dan mengolah informasi
  11. Mampu mempelajari hal-hal baru untuk memecahkan masalah sehari-hari
  12. Memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan
  13. Memahami, menghargai, dan mampu bekerjasama dengan orang lain yang majemuk
  14. Mampu mentransformasikan kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat global


2.3 Tahapan Pembelajaran Life Skills Keterampilan Sosial dalam Pendidikan IPS
            Tahap pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan sosial dalam pendidikan IPS dapat diidentifikasi sebagai berikut:
§  Tahap Mengidentifikasi Masalah
Diawali dengan menganalisis dan merumuskan masalah oleh peserta didik, guru berusaha agar peserta didik sendiri yang merasakan adanya masalah, kemudian merumuskannya secara bersama dalam bentuk pertanyaan masalah.
§  Tahap Menggunakan dan Mengevaluasi Informasi Berkaitan dengan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan kemudian mengumpulkan, memilah informasi dan menggunakannya berdasarkan kepentingan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam tahap ini dapat merumuskan hipotesis atau jawaban sementara atas pertanyaan masalah.
§  Tahap Menguji dan Mengevaluasi Pemecahan Masalah
Informasi yang terpilih kemudian digunakan untuk memecahkan masalah, yaitu untuk merumuskan jawaban atas pertanyaan masalah sebagai hasil diskusi kelompok.
§  Tahap Memilih atau Mengembangkan Alternatif Pemecahan Masalah yang Direkomendasikan
Berdasarkan pemecahan masalah yang telah teruji dalam bentuk rumusan hasil pemecahan masalah, kemudian dirumuskan alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan kesimpulan tersebut.
§  Tahap Mengembangkan Rencana Tindakan
Pada tahap ini peserta didik merencanakan tindakan yang tepat sesuai dengan alternatif pemecahan masalah, sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan nyata dalam kehidupan masyarakat.
§  Tahap Mengevaluasi Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini peserta didik melaksanakan evaluasi terhadap tindakan yaitu pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan tindakan yang telah direncanakan untuk memecahkan masalah. Evaluasi difokuskan pada, efektivitas tindakan atau pelaksanaan rencana terhadap pemecahan masalah. Bisa juga dilanjutkan untuk mendiskusikan tindakan yang palin tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
            Dengan tahapan pembelajaran di atas maka peserta didik akan memiliki pengalaman belajar yang kuat, karena terlibat langsung pada setiap kegiatan tahapan pembelajaran. Kemudian karena berdasarkan masalah dan melakukan tindakan nyata dalam masyarakat, maka peserta didik memiliki pengalaman langsung dalam kehidupan masyarakat. Implikasinya, potensi kompetensi sosialnya termasuk seluruh unsur life skill dan keterampilan sosial dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran tersebut. Pendekatan Inquiry untuk Life Skill yang meliputi langkah-langkah pembelajaran berikut ini:
  1. Membuat fokus untuk inquiry, menyajikan masalah
  2. Merumuskan kemungkinan penyelesaian
  3. Mengumpulkan data
  4. Menilai penyelesaian yang diajukan
  5. Merumuskan kesimpulan

Dampak Kemiskinan



Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].

Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan "pemiskinan struktural" terhadap rakyatnya.

Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan "keamanan" dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.


Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
 
solusinya

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.

Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.

Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki. [Saya mendapatkan referensi atau ide kompas,okezone dan lain-lain].

World bank (2000) memberikan metode baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a.   Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat lokal.
b.  Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makro dan jaringan pengaman yang lebih komprehensif.
c.  Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.



Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja. Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692 yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178 masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya. Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Genderrelated Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).