MAKALAH
HAK
ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL/LISENSI
diajukan sebagai syarat untuk memenuhi salah
satu tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Bisnis
Hermansyah, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok
8
1. Dea
Asih
|
3D
|
113080095
|
2. Ati
Maryati
|
3D
|
113080096
|
3. Slamet
Raharjo
|
3D
|
113080097
|
4. Ade
Qomarruzaman
|
3D
|
113080098
|
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas anugerah dan ridho-Nya
yang dilimpahkan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“HAK
ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL/LISENSI”, untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Komersial Bisnis
Keberhasilan ini tentu saja
tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari semua pihak sehingga dapat
terselesaikan tugas makalah ini, terutama penulis berterima kasih pada:
1. Bapak Hermansyah,
S.Pd., MPd. selaku dosen pembimbing.
2. Kedua
orangtua yang telah memberikan do’a dan dukungan.
3. Anggota
kelompok kami yang telah membantu.
4. Teman-teman
yang memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempuna. Hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan dan wawasan serta literatur yang kami miliki.
Kritik dan saran senantiasa penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
pun senantiasa selalu memanjatkan do’a, semoga Allah SWT memberi balasan yang
berlipat ganda kepada semua unsur yang telah membantu. Akhir besar harapan
penulis agar makalah ini dapat diterima.
Cirebon,
Oktober 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR
ISI........................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang. ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
D Metode Penulisan….....................................................................
2
BAB II ..................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Hak
Mlilik Intelektual............................... ...............
3
2.2 Pengertian
Merek....................................................................... 3
2.3 Pengertian Hak
Paten.......................................................................... 3
2.4 Pengertian Hak
Cipta.......................................................................... 3
2.5
Pengertian Lisensi dan Perjanjian lisensi............................... 4
BAB III .................................................................................................... 5
3.1 Sejarah Perkembangan Perlindungan HaKI di
Indonesia........... 5
3.2 Ruang Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI)............. 7
3.3 Sifat dan Dasar Hukum Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) 12
3.4 Manfaat Pentingnya Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI)....... 13
3.5 Lisensi dan Perjanjian Lisensi................................................ .......... 13
ii
3.6 Persyaratan Perjanjian Lisensi ............................................... 14
3.7 Macam-macam Lisensi....................................................... ............. 17
3.8 Pembayaran
atas lisensi................................................................. 18
BAB IV............................................................................................. 20
4.1 Kesimpulan................................................................................. 20
4.2 Saran........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................
21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap
ide-ide yang cemerlang dan kreatif yang tercipta dari seseorang
atau sekelompok orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia
yang berguna dan memberi dampak baik dari berbagai aspek perlu di akui dan
perlu dilindungi, agar ide-ide cemerlang dan kreatif yang telah diciptakan
tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk itu diperlukan wadah yang
dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif tersebut. Untuk
tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang HaKI (Hak atas Kekayaan
Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual Property Organization).
Di Indonesia
sendiri untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil
kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat
pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka dirasakan perlunya perlindungan
hukum terhadap hak cipta. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya
untuk mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya gairah
mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di tengah-tengah
masyarakat Indonesia.
Di
Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor
6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah
diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan.
Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi
tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri)
serta tanda yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga
perlu diakui dan dilindungi dibawah perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak
atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu didokumentasikan agar kemungkinan
dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau
dicegah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian dari latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apa yang
dimaksud dengan HaKI?
2) Bagaimana
sejarah perkembangan perlindungan HaKI di Indonesia?
3) Apa saja
ruang lingkup HaKI?
4)
Bagaimana sifat dan dasar hukum
HaKI?
5)
Mengapa HaKI itu penting? Adakah
manfaatnya?
6) Apa yang
dimaksud dengan lisensi dan perjanijan lisensi?
7) Adakah
persyaratan perjanijan lisensi?
8) Adakah
macam-macam lisensi?
9) Bagaimana
sistem pembayaran lisensi?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan dosen Komersial Bisnis.Selain itu, bagi penulis Makalah ini juga diharapkan bias digunakan untuk menambah pengetahuan dan menambah khazanah keilmuan terutama
di bidang hukum khususnya Hukum Komersial Bisnis dan semoga keberadaan hukum ini dapat memberi masukan bagi semua pihak terutama
bagi mahasiswa, baik dalam lingkup Universitas Swadaya Gunung Jati maupun di civitas akademika yang lain.
D. Metode Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yang
berorientasi pada buku-buku Hukum Bisnis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Hak Mlilik Intelektual (intellectual property rights)
Hak milik intelektual merupakan
suatu hak kebendaan yang sah dan diakui oleh hukum atas benda tidak berwujud
berupa kekayaan/kreasi intelektual, yang dapat berupa hak cipta, merek dagang/
desain industri, dan lain-lain. Seperti hak kebendaan lainnya, hak milik
intelektual dapatberalaih atau dialihkan dan dapat dipertahankan kepemilikannya
kepada siapapun.
2.2 Pengertian Merek
Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki dayaperbedaan dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan.
Merek
dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek jasa adalah merek yang digunakan
pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.
Hak atas merek adalah hak ekslusif
yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberikannya kepada pihak lain untuk menggunakannya.
2.3 Pengertian
Hak Paten
Hak Paten adalah hak khusus yang
ekslusif yang berupa penemuan baru yang dapat diterapkan dalam bidang
perindustrian yang diberikan negara kepada para penemunya atas hasil temuannya
di bidang teknologi selama waktu tertentu.
2.4 Pengertian
Hak Cipta
Pengertian hak cipta menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002: Hak
cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyakciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Pengertian hak cipta menurut Pasal 2
UUHC: Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta
maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun
memberi ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas
dan bersifat pribadi.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran,
pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan
menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara
apapun sehingga suatu ciptaan dapat di baca, didengar atau dilihat orang lain.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah
suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial
dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk
pengalihwujudan secara permanen atau temporer.
2.5
Pengertian Lisensi dan Perjanjian lisensi
Perjanjian lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana
satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan lisensi,
sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.
Pengertian lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi
dari suatu obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai
imbalan atas pemberian lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar
royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat hak
ekonomis yang terkandung dalam setiap hak eksklusif adalah banyak macamnya,
maka perjanjian lisensi pun dapat memiliki banyak variasi. Ada perjanjian
lisensi yang memberikan izin kepada penerima lisensi untuk menikmati seluruh
hak eksklusif yang ada, tetapi ada pula perjanjian lisensi yang hanya
memberikan izin untuk sebagian hak eksklusif saja, misalnya lisensi untuk
produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Perkembangan Perlindungan
HaKI di Indonesia
Secara
historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang
pertama mengenai perlindungan HaKI pada tahun 1844. Selanjutnya, pemerintah
Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek tahun 1885, Undang-Undang Paten tahun
1910, dan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu
masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris
Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888,
anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan
anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works
sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan
1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HaKI tersebut tetap berlaku.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda,
permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
·
Pada tahun
1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat
peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman
Menteri Kehakiman No. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara
permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17
yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
·
Pada tanggal
11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU
No. 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek
ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan atau bajakan.
·
10 Mei 1979
Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of
Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan
Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu
belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah
ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
·
Pada tanggal
12 April 1982 pemerintah mengesahkan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta
untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta
tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan,
penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta
mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
·
Tahun 1986
dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HaKI di tanah air. Pada tanggal
23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HaKI melalui
keputusan No. 34 tahun 1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34). Tugas
utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HaKI,
perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HaKI dan sosialisasi sistem
HaKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan
masyarakat luas.
·
Pada tanggal
19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 Tahun 1987 sebagai
perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
·
Tahun 1988
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 32 ditetapkan pembentukan Direktorat
Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan
tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II
di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen
Kehakiman.
·
Pada tanggal
13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang
selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal
1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
·
Pada tanggal
28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek,
yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
·
Pada tanggal
15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of
the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan
TRIPS).
·
Tahun 1997
Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HaKI,
yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek
1992.
·
Akhir tahun
2000, disahkan tiga UU baru dibidang HaKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU
No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
·
Untuk
menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah
Indonesia mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15 tahun 2001
tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada
pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan
UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
·
Pada tahun
2000 pula disahkan UU No. 29 tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman
dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Dengan
demikian, perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HaKI di Indonesia
sampai saat ini sudah lengkap. Namun, hal tersebut masih belum
banyak diketahui oleh masyarakat. Hal ini dihadapkan pula pada masih
rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang HaKI. Oleh karena itu, tingkat pengetahuan
dan pemahaman masyarakat tentang HaKI perlu terus menerus ditingkatkan
melalui berbagai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat. Adanya
pemahaman maka terhadap HaKI maka para warga masyarakat akan menghargai
karya-karya yang dilindungi oleh hukum hak kekayaan intelektual. Selain
itu, anggota masyarakat berkreasi untuk menghasilkan karya yang
dapat dilindungi oleh hak kekayaan intelektual.
3.2 Ruang Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Pada
prinsipnya HaKI dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1.
Hak Cipta
(Copyrights)
a)
Sejarah Hak
Cipta
Pada jaman
dahulu tahun 600 SM, seseorang dari Yunani bernama Peh Riad menemukan 2 tanda
baca yaitu titik (.) dan koma (,). Anaknya bernama Apullus menjadi pewarisnya
dan pindah ke Romawi. Pemerintah Romawi memberikan Pengakuan, Perlindungan dan Jaminan terhadap karya cipta ayahnya
itu. Untuk setiap penggunaan, penggandaan dan pengumuman atas penemuan Peh Riad
itu, Apullus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai pencerminan pengakuan
hak tersebut. Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia tidak menggunakan
seluruh honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan untuk keperluan
sendiri sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke pemerintah
Romawi sebagai tanda terima kasih atas penghargaan dan pengakuan terhadap hak
cipta tersebut.
b)
Kedudukan
Hak Cipta
Mengenai kedudukan hak cipta, sudah pula ditetapkan oleh UUHC, bahwa hak
cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat 1). Sebagai benda Bergerak,
hak cipta dapat beralih atau dialihkn baik seluruhnya maupun sebagian karena:
·
Pewarisan
·
Hibah
·
Wasiat
·
Dijadikan
milik negara
·
Perjanjian
Khusus mengenai perjanjian, Pasal 3 ayat 2 menyaratkan harus dilakukan
dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang
disebut di dalam akta tersebut. Pentingnya akta perjanjian itu adalah tidak
lain dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian peralihan hak cipta apabila
terjadi persengketaan di kemudian hari.
c)
Ciptaan yang dilindungi
UUHC menganut sistem terbatas dalam melindungi karya cipta seseorang.
Perlindungan ciptaan hanya diberikan dalam bidang ilmu pengetahun, seni dan
sastra. Untuk itu Pasal 11 ayat 1 merinci ketiga bidang tersebut meliputi:
·
Buku,
pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
·
Ceramah,
kuliah, pidato, dan sebagainya.
·
Pertunjukan
seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangn, pantomim dan karya siaran antara
lain untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman radio.
·
Ciptaan
tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya
rekaman suara atau bunyi.
· Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan
kaligrafi yang perlindungnnya diatur dalam Pasal 10 ayat 2.
·
Seni
batik, arsitektur, peta, sinematografi, dan fotografi.
·
Program
komputer, terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai.
Selain itu UUHC juga melindungi karya
melindungi karya seseorang yang berupa pengolahan lebih lanjut daripada ciptaan
aslinya, sebab bentuk pengolahan ini dipandang merupakan suatu ciptan baru dan tersendiri,
yang sudah lain dari ciptaan aslinya.Tidak ada hak cipta untuk karya sebagai
berikut:
· Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
· Peraturan perundang-undangan.
· Putusan pengadilan dan penetapan hakim.
· Pidato kenegaraan pidato pejabat pemerintah.
· Keputusan badan Arbitrase (lembaga seperti pengadilan tetapi khususnya di
dalam bidang perdagangan)
d)
Masa
Berlakunya Hak Cipta
Dalam mengtur jangka waktu
berlakunya hak cipta, UUHC tidak menyaratkan melainkan membeda-bedakan.
Perbedaan itu dikelompokkan sebagai berikut:
a.
Kelompok I (Bersifat Orisinal)
Untuk karya cipta yang
sifatnya asli atau orisinal, perlindungan hukumnya berlaku selama hidup
pencipta dan terus berlanjut sampai dengan 50 tahun setelah pencipta meninggal.
Mengenai alasan penetapan jangka waktu berlakunya hak cipta orisinal yang
demikian lama itu, undang-undang tidak memberikan penjelasan. Karya cipta ini
meliputi:
· Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya.
· Ciptaan tari (koreografi).
· Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung dan
seni batik.
· Ciptan lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
b.
Kelompok II (Bersifat Derivatip)
Perlindungan hukum atas
karya cipta yang bersifat tiruan (derivatip) berlaku selama 50 tahun, yang
meliputi hak cipta sebgai berikut:
· Karya pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan,
pantomim dan karya siaran antara lain
untuk media radio, televisi dan film serta karya rekaman radio.
· Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya.
· Peta
· Karya sinematografi, karya rekaman suara atau bunyi, terjemahan dan
tafsir.
c.
Kelompok III (Pengaruh Waktu)
Terhadap karya cipta yang
aktulitasnya tidak begitu tahan, perlindungan hukumnya berlaku selama 25 tahun
meliputi hak cipta atas ciptaan:
·
Karya fotografi.
·
Program komputer atau komputer program.
·
Saduran dan penyusunan bunga rampai.
e)
Pendaftaran
Hak Cipta
Ciptaan tidak kalah
pentingnya dengan benda-benda lain seperti tanah, kendaraan bermotor, kapal,
merek yang memerlukan pendaftaran. Perlindungan suatu ciptaan timbul
secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Maksud dari pendaftaran itu sendiri adalah
hanya semata-mata mengejar kebenaran prosedur formal saja, tetapi juga
mempunyai tujuan untuk mendapatkan pengukuhan hak cipta dan sebagai alat
bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap
ciptaan tersebut. Pendaftaran hak cipta
yaitu di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia.
Sifat pendaftaran ciptaan
adalah bersifat kebolehan (fakultatip). Artinya
orang boleh juga tidak mendaftarkan. Apabila tidak mendaftarkan, tidak
ada sanksi hukumnya. Dengan sifat demikian, memang UUHC memberikan kebebasan
masyarakat untuk melakukan pendaftaran.
f)
Hak dan Wewenang Menuntut
Penyerahan Hak Cipta atas
seluruh ciptaan ke pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli waris
untuk menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya:
· Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu.
· Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya.
· Mengganti atau mengubah judul ciptaan.
· Mengubah isi
ciptaan.
2.
Hak Kekayaan
Industri (Industrial Property Rights)
Hak kekayaan industri meliputi:
a.Paten
(Patent)
Paten merupakan hak khusus yang
diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi,
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau
memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Penemuan
disini adalah suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi yang dapat dalam wujud suatu:
·
Proses
·
Hasil produksi
·
Penyempurnaan dan pengembangan
proses
·
Penyemprnaan dan pengembangan hasil
produksi
Hak paten
tidak dapat diberikan terhadap penemuan-penemuan sebagai berikut:
·
Proses atau produk yang pengumuman
atau pelaksanaannya atau penggunaannya bertentangan dengan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.
·
Metode pemerikasaan, perawatan,
pengobatan, atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan atau hewan.
·
Teori dan metode di bidang ilmu
pengetahuan dan matematika.
·
Semua mahluk hidup, kecuali jasad
renik.
·
Proses biologis esensial untuk
memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non biologis atau microbiologis.
Sedangkan
mengenai jangka waktunya, maka hak paten
adalah
·
20 (dua puluh) tahun untuk hak paten
biasa
·
10 (sepuluh) tahun untuk hak paten
sederhana
(jangka waktu tersebut tidak dapat
diperpanjang)
b.Merk
(Trade mark)
Merk adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa.
c. Rancangan
(Industrial Design)
Rancangan dapat berupa rancangan
produk industri, rancangan industri. Rancangan industri adalah suatu kreasi
tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan
dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan
tangan.
d.Rahasia
Dagang (Trade Secret)
Informasi rahasia dagang adalah
informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum,
mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga
kerahasiannya oleh pemiliknya.
e. Indikasi
Geografi (Geographical Indications)
Indikasi geografi adalah tanda yang
menunjukkan asal suatu barang yang karena faktor geografis (faktor alam atau
faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah memberikan ciri dari kualitas
tertentu dari barang yang dihasilkan).
f.
Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Denah
rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari
rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampuan
mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan,
frekuensi, serta prameter fisik lainnya.
g. Perlindungan
Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
Perlindungan varietas
tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau
pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu
tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujuan
kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
3.3 Sifat dan Dasar Hukum Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI)
Hukum yang
mengatur HaKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HaKI
harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HaKI
yang dilindungi di Indonesia adalah HaKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
Dasar Hukum HaKI antara lain:
1)
Perjanjian
Internasional
·
Berne Convention 1883 – Hak Cipta
·
Paris Convention 1886 – Paten,
Merek, Desain Industri
·
Perjanjian TRIPs (agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights) – WTO 1994
·
Dan Konvensi lainnya yang berkaitan
dengan Teknis antara lain: WCT, WPPT, Madrid Protokol, PCT.
2)
Undang-Undang
Nasional
·
UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang
·
UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri
·
UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu
·
UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten
·
UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek
·
UU no. 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta
3.4 Pentingnya Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI)
Memperbincangkan masalah HaKI bukanlah masalah perlindungan hukum semata. HaKI juga erat dengan alih teknologi, pembangunan ekonomi, dan martabat
bangsa. Secara umum disepakati bahwa Hak Kekayaan Intelektual
(selanjutnya disebut HaKI) memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi
saat ini. Dalam hasil kajian World
Intellectual Property Organization (WIPO) dinyatakan pula bahwa
HaKI memperkaya kehidupan seseorang, masa depan suatu
bangsa secara material, budaya, dan sosial.
Secara umum ada beberapa manfaat
yang dapat diperoleh dari sistem HaKI yang baik, yaitu meningkatkan posisi
perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi, mendorong
perusahaan untuk bersaing secara internasional, dapat membantu
komersialisasi dari suatu invensi (temuan), dapat mengembangkan
sosial budaya, dan dapat menjaga reputasi internasional untuk
kepentingan ekspor. Oleh karena itu, pengembangan sistem HaKI nasional sebaiknya
tidak hanya melalui pendekatan hukum (legal approach) tetapi juga
teknologi dan bisnis (business and technological approach) dan
sistem perlindungan yang baik terhadap HaKI dapat menunjang pembangunan
ekonomi masyarakat yang menerapkan sistem tersebut.
3.5
Lisensi dan Perjanjian Lisensi
Pengertian lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi
dari suatu obyek yang dilindungi HaKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai
imbalan atas pemberian lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar
royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat hak
ekonomis yang terkandung dalam setiap hak eksklusif adalah banyak macamnya,
maka perjanjian lisensi pun dapat memiliki banyak variasi. Ada perjanjian
lisensi yang memberikan izin kepada penerima lisensi untuk menikmati seluruh
hak eksklusif yang ada, tetapi ada pula perjanjian lisensi yang hanya
memberikan izin untuk sebagian hak eksklusif saja, misalnya lisensi untuk
produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja.
Perjanjian lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana
satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan lisensi,
sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.
3.6 Persyaratan Perjanjian Lisensi
Perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis dan harus ditandatangani
oleh kedua pihak. Perjanjian lisensi sekurang-kurangnya memuat informasi tentang:
·
tanggal, bulan dan
tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi;
·
nama dan alamat lengkap
serta tanda tangan para pihak yang mengadakan perjanjian lisensi;
·
obyek perjanjian
lisensi;
·
jangka waktu perjanjian
lisensi;
·
dapat atau tidaknya
jangka waktu perjanjian lisensi diperpanjang;
·
pelaksanaan lisensi
untuk seluruh atau sebagian dari hak ekslusif;
·
jumlah royalti dan
pembayarannya;
·
dapat atau tidaknya
penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga;
·
batas wilayah
berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan; dan
·
dapat atau tidaknya
pemberi lisensi melaksanakan sendiri karya yang telah dilisensikan.
Sesuai dengan ketentuan dalam paket Undang-Undang tentang HKI, maka suatu
perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang kemudian dimuat dalam Daftar Umum dengan membayar biaya yang
besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi
tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga, yang dengan sendirinya tidak termasuk kategori pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam pedoman ini.
Perjanjian lisensi dapat dibuat secara khusus, misalnya tidak bersifat
eksklusif. Apabila dimaksudkan demikian, maka hal tersebut harus secara tegas
dinyatakan dalam perjanjian lisensi. Jika tidak, maka perjanjian lisensi
dianggap tidak memakai syarat non eksklusif. Oleh karenanya pemegang hak atau
pemberi lisensi pada dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri apa yang
dilisensikannya atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga yang lain.
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau
memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai
dan mengembangkan teknologi pada umumnya (referensi Undang-undang Paten).
Pendaftaran dan permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuatketentuan
atau memuat hal yang demikian harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual.
Berdasarkan pada paparan tersebut di atas, setiap orang hendaknya memandang
bahwa perjanjian lisensi yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf b adalah perjanjian
lisensi yang telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan
hukum HaKI. Perjanjian lisensi yang belum memenuhi persyaratan tidak masuk
dalam pengertian perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan hukum persaingan
usaha.
Oleh karena itu, agar ketentuan ’pengecualian’ tersebut selaras dengan asas
dan tujuan pembentukan undang-undang persaingan usaha, maka setiap orang
hendaknya memandang ketentuan ’pengecualian’ tersebut tidak secara harfiah atau
sebagai pembebasan mutlak dari segenap larangan yang ada. Setiap orang
hendaknya memandang ’pengecualian’ tersebut dalam konteks sebagai berikut:
a.
Bahwa perjanjian
lisensi HaKI tidak secara otomatis melahirkan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat;
b. Bahwa praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang timbul akibat
pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang hendak dicegah melalui hukum
persaingan usaha;
c. Bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha terhadap pelaksanaan
perjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan: (1) perjanjian lisensi HaKI
tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundangundangan
HaKI, dan (2) adanya kondisi yang secara nyata menunjukkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
d. Bahwa pengecualian dari ketentuan hukum persaingan usaha terhadap
perjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam hal perjanjian lisensi HaKI
yang bersangkutan tidak menampakkan secara jelas sifat anti persaingan usaha.
Hal yang perlu dianalisis dari suatu perjanjian lisensi HaKI untuk mendapat
kejelasan mengenai ada tidaknya sifat anti persaingan adalah klausul yang
terkait dengan kesepakatan eksklusif (exclusive dealing). Dalam pedoman ini,
perjanjian lisensi HaKI yang dipandang mengandung unsur kesepakatan eksklusif
adalah yang di antaranya mengandung klausul mengenai:
a. Penghimpunan Lisensi (Pooling Licensing) dan Lisensi Silang (Cross
Licensing);
b. Pengikatan Produk (Tying Arrangement);
c. Pembatasan dalam bahan baku;
d. Pembatasan dalam produksi dan penjualan;
e. Pembatasan dalam harga penjualan dan harga jual kembali;
f. Lisensi Kembali (Grant Back).
Penting untuk diperhatikan, bahwa adanya satu atau lebih dari satu unsur di
atas dalam suatu perjanjian lisensi HaKI tidaklah menunjukkan bahwa perjanjian
lisensi HaKI tersebut secara serta merta memiliki sifat anti persaingan. Harus
ada kondisi tertentu yang harus diperiksa dari masing-masing klausul tersebut
untuk menentukan apakah klausul tersebut mengandung sifat anti persaingan.
Alasan untuk memberikan atau
tidak memberikan lisensi
Alasan
yang mendukung pemberian lisensi adalah:
· Menghasilkan
uang
· Lisensi
dapat memperluas pasar (karena jarak, hambatan dari peraturan pemerintah, dan
sebagainya)
· Dari
segi teknis, lisensi merupakan cakrawala tukar menukar pengetahuan
· Dan
lain-lain
Sedangkan
alasan yang menentang pemberian lisensi antara lain:
· Lisensi
justru membantu competitor
· Kerap
kali biaya yang terlibat dalam pemberian lisensi cukup besar, sehingga
kadang-kadang sering dianggap tidak membawa profit (keuntungan)
· Resiko
didiskreditkannya reputasi pemberi lisensi oleh penerima lisensi.
3.7
Macam-macam Lisensi
1. Lisensi atas hak kekayaan intelektual
Salah satu jenis
lisensi adalah lisensi atas hak intelektual yaitu hak cipta, misalnya perangkat lunak komputer. Pemilik lisensi
memberikan hak kepada pengguna untuk memakai dan menyalin sebuah perangkat
lunak yang memiliki hak paten kedalam sebuah lisensi.Lisensi atas hak
intelektual biasanya memiliki beberapa pasal atau bagian di dalamnya, antara
lain syarat dan ketentuan (term and condition), wilayah (territory),
pembaruan (renewal) dan syarat-syarat lain yang ditentukan oleh pemilik
lisensi.
Syarat dan ketentuan (term and condition) : Kebanyakan lisensi dibatasi oleh jangka
waktu pemakaian. Hal ini untuk melindungi kekayaan intelektual dari pemilik
lisensi, karena sering atau adanya perubahan kondisi peraturan pemberian
lisensi pasar. Hal ini juga melindungi pemilik lisensi dari pemakaian lisensi
dengan beberapa alamat IP (Internet Protocol) dalam satu (nomer seri) untuk
satu jenis perangkat lunak.
Wilayah : Pembatasan wilayah adalah batasan pemakaian produk untuk digunakan
dalam satu wilayah atau regional terbatas (tertentu). Sebagai contoh, sebuah
lisensi produk atau jasa untuk daerah atau regional "Amerika Utara"
(Amerika Serikat dan Kanada) tidak dapat dipakai di Indonesia (regional Asia Tenggara), begitu juga sebaliknya.
2.
Lisensi massal
Misalnya, lisensi
massal perangkat lunak adalah lisensi dari pemilik ke perorangan untuk
menggunakan sebuah perangkat lunak dalam satu komputer. Rincian lisensi
biasanya tertuang dalam "Kesepakatan Lisensi Pengguna tingkat Akhir"
(End User License Agreement (EULA)) dalam sebuah perangkat lunak.
3.
Lisensi merek barang / jasa(Trade Mark)
Pemilik barang atau
jasa dapat memberikan izin (lisensi) kepada individu atau perseroan agar
individu atau perseroan tersebut dapat mendistribusikan (menjual) sebuah produk
atau jasa dari pemilik barang atau jasa di bawah sebuah merek dagang.
Dengan pemakaian
lisensi tipe ini, pemakai lisensi dapat menggunakan (menjual atau
mendistribusikan) merek barang atau jasa di bawah sebuah merek dagang tanpa
khawatir dituntut secara hukum oleh pemilik lisensi. Sebagai contoh, sebuah
perusahaan dapat memakai desain dan teknologi sebuah produk atau jasa yang
berasal dari suatu negara dan dipasarkan dengan memakai nama lain di negaranya
sendiri.
4.
Lisensi hasil seni dan karakter
Pemilik lisensi dapat
memberikan izin atas penyalinan dan pendistribusian hak cipta material seni dan
karakter (misalnya, Mickey Mouse menjadi Miki Tikus).
5.
Lisensi bidang pendidikan
Gelar akademis termasuk
sebuah lisensi. Sebuah Universitas memberikan izin kepada perorangan untuk memakai gelar akademis. Misalnya (Diploma I (D1), Ahli Madya (Diploma III, (D3)), Sarjana (S1),
Magister (S2), Doktor (S3)).
3.8 Pembayaran atas lisensi
Model pembayaran royalti dari pemegang
lisensi kepada pemilik paten minimal dikenal 6 (enam) metode pembayaran, yaitu
sebagai berikut:
a. Pembayaran
suatu jumlah tertentu
b. Persentase
harga jual
c. Pembayarn
jumlah tertentu dihitung tiap masing-masing komponen yang dibuat
d. Persentase
dari profit
e. Partisipasi
dari pihak lisensi dalam perusahaan penerima lisensi melalui pemilik saham
f. Membayarnya
dengan barang (imbal jual) atau dengan jasa, seperti jasa melakukan jasa riset,
dan sebagainya.
Jika
pembayaran dengan jumlah tertentu dan dilakukan secara sekaligus, sering
disebut dengan sebutan “llump-sum” atau “paid up licence”. Sedangkan apabila
jumlah tertentu juga dibayar sebagian lebih dahulu disebut dengan “down
payment”. Pembayaran sekaligus ini mengandung beberapa nilai plus, baik
terhadap penerima lisensi maupun terhadap pemberi lisensi.
Terhadap
peneerima lisensi, keuntunganya adalah:
a. Mengetahui
sejak semula berapa persisnya yang harus dibayar, sehingga dapat dikalkulasikan
untuk investasi dan harga.
b. Omzetnya
tidak dipertanggungjawabkan
Terhadap
pemberi lisensi, keuntungannya adalah sebagai berikut:
a. Dapat
mengetahui dengan pasti berapa jumlah pemasukannya
b. Kepastian
pembayaran, walaupun misalnya nanti timbul sengketa diantara mereka dikemudian
hari.
Ketika
pembayaran itu dilakukan dengan persentase tertentu, ini sering disebut dengan
royalty. Walaupun dalam prakteknya terhadap kata royalty digunakan dalam segala
jenis pembayaran. Ada beberapa keuntungan dari pembayaran secara persentase
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Kepada
pemberi lisensi akan diterima keuntungan apabila lisensi tersebut sukses,
sehingga mendapat pembayaran tinggi dan peneerima lisensi bersediamelakukan kontrak
lisensi dalam jangka waktu yang lebih lama.
2. Bagi
pemberi lisensi juga mendapat keuntungan, karena dalam rangka persaingan dia
akan mengetahui dengan baik omset penerima lisensi.
3. Bagi
penerima lisensi, pembayaran dengan persentase, ini juga menguntungkan, karena
dia tidak membayar sebelum bisa mendapatkan hasil dari objek lisensi. Dan jika
usaha tidak berjalan dengan baik, dia malahan tidak perlu membayar.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setiap
karya-karya yang lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia
perlu di akui dan dilindungi. Untuk itu sistem HaKI diperlukan sebagai bentuk
penghargaan atas hasil karya. Disamping itu sistem HaKI menunjang diadakannya
sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga
kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat
dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut,
diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan
hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang
lebih tinggi lagi.
Lisensi dalam
pengertian umum dapat diartikan memberi izin. Pemberian lisensi dapat dilakukan
jika ada pihak yang memberi lisensi dan pihak yang menerima lisensi, hal ini
termasuk dalam sebuah perjanjian.Macam- macam lisens imeliputi:
1.
Lisensi atas hak karya intelektual
2.
Lisensi massal
3.
Lisensi merek barang atau jasa
4.
Lisensi seni dan karakter
5.
Lisensi bidang pendidikan
Objek yang dibahas mengenai lisensi merek barang dan jasa yang mengambilfokuspadalisensi komersial perangkat lunak (software). Lisensi komersial perangkat lunak (software) yaitu hak eksklusif bagi pencipta dan atau
pemegang hak cipta suatu software untuk mengumumkan dan memperbanyak software
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah software tersebut diciptakan
tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.2 Saran
Ditinjau dari sudut perangkat perundang-undangan, Indonesia sudah mempunyai
perangkat yang cukup di bidang HaKI. Namun pengetahuan tentang
HaKI dan perangkat perundang-undangan dimasyarakat dirasakan masih kurang dan
perlu ditingkatkan, sehingga perlindungan HaKI betul-betul dapat ditegakkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://artikelhki.blogspot.com/2012/05/pengertian-lisensi-artikel-definisi.html
http://lailamaharani.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-persyaratan-perjanjian.html
http://toysbox.wordpress.com/2010/05/22/lisensi-komersial-software/
http://www.legalakses.com/bentuk-bentuk-badan-usaha/
http://www.blackberry.com/legal/pdfs/BBSLA/BBSLA_Indonesia_BahasaIndonesia_NA.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar